Siapa sih yang tidak kenal Pedagang Kaki Lima.
Dimanapun kita berada sering kita jumpai yang namanya pedagang kaki lima.
Pedagang Kaki Lima atau sering disingkat PKL
merupakan suatu istilah untuk menyebut pedagang (penjaja dagangan) yang
menggunakan gerobak baik didorong maupun menentap pada satu tempat. Kenapa
disebut pedagang kaki lima, karena jumlah kaki pedagangnya ada lima itu logikanya. Lima kaki tersebut adalah dua kaki
pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga
roda atau dua roda dan satu kaki depan atau belakang). Dan pada sekarang ini
istilah PKL digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sejarah nama PKL sebenarnya berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan
waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya
menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu
setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu dan pada saat Indonesia sudah
merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang
untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi
pedagang kaki lima.
Dalam
perkembangannya PKL menghadapkan pemerintah pada kondisi yang dilematis, disatu
sisi keberadaannya dapat menciptakan lapangan kerja, sedangkan dilain pihak
keberadaan PKL yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah
menjadi beban bagi kota. PKL beraktivitas pada ruang-ruang publik kota tanpa
mengindahkan kepentingan umum, sehingga terjadinya distorsi fungsi dari ruang
tersebut. Pada akhirnya kesesuaian tatanan fisik masa clan ruang kota dalam
menciptakan keserasian lingkungan kota sering kali tidak sejalan dengan apa
yang telah direncanakan.
Untuk itu
pada coretan kali ini akan dikemukanan beberapa pemikiran sederhana tentang PKL
secara singkat dan padat serta dilihat secara menyeluruh. Yang artinya kita
harus naik ke tempat yang tinggi untuk meliha keberadaan PKL dan jangan hanya
meligat dari satu sisi saja. Berikut ini beberapa diantaranya.
A.
Mengapa ada pedagang kaki lima dimana-mana?
Untuk menjawa pertanyaan ini ada beberapa hal yang mendasar mengapa PKL
selalu berkembang, mari kita lihat dari beberapa sudut pandang :
1. Dilihat dari sudut pandang ekonomi bahwa dimana ada
permintaan disitu ada penawaran. Artinya Pedagang Kaki Lima akan terus ada dan
berkembang karena masyarakat membutuhkanya. Sampai kapanpun Pedagang Kali Lima
berpotensi untuk berkembang. Pedagang Kaki Lima akan terus ada, karena
permintaan selalu ada.
2. Dilihat dari sudut pandang Lokasi, bahwa selama ada
tempat untuk pedagang kaki lima yang bisa dipakai untuk berdagang, maka pedagang
kaki lima akan terus ada.
3. Dilihat dari sisi lapangan pekerjaan, bahwa selama belum
ada lapangan kerja yang lebih baik dari menjadi pedagang kaki lima maka
keberadaan pedagang kaki lima akan terus berkembang.
4. Dilihat dari sisi hukum, bahwa selama tidak ada hukum atau
aturan jelas yang mengatur sesuai ketentuan, pedagang kaki lima akan terus adan
dan berkembang. Untuk itu perlu adanya regulasi dan pelaksanaannya tetapi harus
tetap melihat dari sisi kemanusiaan.
B.
Mengapa permintaan barang kepada pedagang kaki lima
selalu ada?
Jawaban sederhana dari pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut. Hal ini
pastinya sesuai hukum alam bahwa semua orang ingin mendapatkan barang yang
lebih murah, bagi kalangan masyarakat menengah ke kebawah dan masih berhitung
dengan selisih harga, maka mereka akan menjadi pelanggan tetap pedagang kaki
lima. Berbelanja pada pedagang kaki lima memberi efek psikologis bahwa barang
disitu lebih murah dibanding di toko/ minimarket/ supermarket/mall. Selama pedagang
kaki lima mudah dijangkau, nyaman dan aman tempatnya, maka orang akan tetap
mencintai pedagang kaki lima, karena sambil lewat bisa membeli barang kebutuhannya.
C.
Mengapa ada lokasi untuk pedagang kaki lima?
Dilihat dari sebuah kebiasaan bagi Negara yang belum maju, apabila segala semuanya
tidak ditata secara baik dan sistematis, maka trotoar yang seharusnya digunakan
bagi pejalan kaki, namun dalam praktek dilapangan tidak hanya untuk berjalan
kaki tetapi juga untuk berdagang. Hal
ini bisa dimungkinkan karena aparat yang berwenang mengatur manfaat trotoar kurang
peka dan membiarkan trotoarnya untuk jualan.
D. Mengapa menjadi pedagang kaki lima bisa memenuhi kebutuhan
hidup seseorang?
Pertanyaan satu ini sebenarnya agak sulit kalau dijawab, akarena mungkin
setiap orang punya alasan tersendiri. Tetapi ada beberapa aspek yang mendasari
mengapa seseorang memilih menjadi pedagang kali lima untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Aspek Pertama yaitu masalah
pendidikan (tidak untuk menghina atau
merendahakan seorang pedagang kaki lima
karena ibu saya sendiri pun juga seorang pedagang kaki lima) mayoritas
pedagang kaki lima adalah orang-orang yang tidak mempunyai pendidikan tinggi
secara akademis tetapi tidak
semua pedagang kaki lima seperti itu. Ada juga yang berpendidikan tinggi dan
bahkan strata 1. Dari segi pendidikan ini, mereka tidak terbuka peluang bekerja
di sector pagawai pemerintah, perusahan negara maupun swasta. Dan salah satu
cara yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah menjadi pedagang
kaki lima.
Aspek Kedua yaitu adanya permasalahan
lapangan pekerjaan. Tak hanya orang yang tidak mempunyai pendidikan tinggi
secara akademis namun yang menjadi pedagang
kaki lima banyak juga orang orang berpendidikan tinggi secara akademis. Alasan
mereka memilih menjadi pedagang kali lima, adalah karena sulitnya mendapat dan
mencari lapangan pekerjaan yang layak sesuai pendidikannya. Disamping menjadi pedagang
kaki lima banyak yang berpendapat bekerja dibidang pekerjaan selain pedagang
kaki lima seperti pertanian, perkebunan perorangan tidak menjanjikan bagi
masyarakat petani. Bahkan mengancam hidup mereka, karena mahalnya harga bahan
pembantu pertanian seperti pupuk dan bibit tidak sebanding dengan nilai hasil
setelah panen, sehingga menjadi rugi.
E.
Mengapa pedagang kaki lima seolah-olah tidak mematuhi
hukum?
Jika dilihat dari sudut pandang hukum, harus disadari bahwa penerapan hukum
selama ini terkesan tidak konsisten, tidak merata dan tidak berkelanjutan.
Peraturan sudah banyak menumpuk tetapi sistimatika penerapannya dan
implementasinya belum diatur dengan baik. Kasihan sekali (trenyuh) banyak orang korban penggusuran dan pembongkaran paksa karena
penerapan hukum yang tidak konsisten. Seharusnya embrio pedagang kaki lima
tidak dibiarkan menjadi induk atau besar. Untuk itu perlu kepekaan sosial
lingkungan bagi aparat. Penggusuran dan pengbongkaran membuat satu-satunya
sumber mata pencaharian pedagang kaki lima lenyap begitu saja. Siapa yang
salah? Sedih bukan? Akan kemana mencari biaya hidup setiap hari? Bisa anda bayangkan
saja mereka mau kemana setelah digusur? Banyak cara mudah, tetapi meresahkan
bagi orang lain. Apakah situasi yang seperti ini akan terus diciptakan aparat
tanpa ada solusi yang tepat?
F.
Mengapa penegakan hukum terasa tidak konsisten?
Apabila dilihat dari system kerja masih ”reactive to problem” artinya aktif
atau bergerak karena adanya kejadian. Tidak banyak petugas yang sehari hari
kerjanya patroli mencegah adanya pedagang kaki lima walau sekecil apapun,
termasuk pedagang asongan. Inilah yang menjadi awal terjadinya pertumbuhan pedagang
kali lima yang menjamur dimana-mana dari Kota besar sampai kota kecil.
Sebenarnya mudah mengatasi awal tumbuhnya pedagang kaki lima kalau tugas
patroli ini digiatkan dan langsung tindak apabila ada yang melanggar ketentuan,
sehingga kerugian tidak semakin besar. Langkah preventif ini juga akan menyadarkan
dan mendidik masyarakat tertib hukum dan taat hukum.
G.
Bagaimanakah seharusnya rakyat kecil membangun usahanya?
Miris,
miris, miris, dilematis dan sekali lagi dilema. Pedagang kaki lima sebenarnya tunggak/soko
guru perekonomian bangsa. Yang tumbuh tanpa adanya kredit Pemerintah dan saya
akui bahwa pedagang kaki lima adalah Entrepreneur Sejati sekali lagi Entrepreneur Sejati. Menghidupi jutaan penduduk, menciptakan lapangan kerja
sendiri. Serta mengurangi kemiskinan.
Setelah melihat
beberapa uraian di atas, bisa dilihat bahwa penyebab utama berkembangnya pedagang
kaki lima adalah penegakan Hukum yang belum konsisten. Hal ini dikarenakan sebenarnya
ada yang lebih utama yang perlu disadari yaitu akar tunggangnya ada di ”Leadership System”. Atau dengan kata
lain sistem kepemimpinan dari para pemimpin harus visioner yaitu mampu
menetapkan arah dan tujuan yang jelas akan dibawa kemana orang kecil yang
menjadi pedagang kaki lima. Pemimpin harus punya sasaran jangka panjang dan
jangka pendek. Sistem kerjanya terintegrasi antara beberapa Dinas dan Lembaga
negara.
Dari sisi
perencanaan, dari sisi ekonomi, dari sisi sosial, dari sisi keindahan kota,
dari sisi ketentraman dan ketertiban, dari sisi efek negatif yang ditimbulkan
dan dari sisi ketenagakerjaan dan
pembukaan lapangan kerja. Kalau itu semua sudah dijalankan, sekarang bagaimana
mengkomunikasikan kepada halayak ramai supaya semua yang berkepentingan
memahami. Tentu saja tidak efektif kalau hanya ditaruh di Lembaran Negara.
Tidak ada yang melihat, kecuali ahli hukum. Harus disosialisasikan melalui
berbagai media, terutama baik cetak dan elektronik atau bahkan internet agar
penetapan arah dan tujuan tadi menjadi efektif dan tepat guna.
Mungkin langkah terakhir inilah yang
menjadi Pilar dari Proses yaitu
1.
Approach, artinya
harus sistematis dan efektif
2.
Deployment, artinya harus merata diseluruh negeri ini
3. Learning, artinya didukung melalui pemilihan dan
pengumpulan data yang akurat sertt analisa yang komprehensif
4.
Integration, artinya antar Dinas dan Lembaga terkait
saling mendukung
Bisa
dirasakan kalau sudah begini cara menangani pedagang kaki lima tersebut,
niscaya pedagang kaki lima akan tumbuh rapi, tidak ada macet, pengangguran
berkurang, pendidikan anak meningkat karena mampu menyekolahkan anak, mampu
menciptakan jutaan langan pekerjaan serta meningkatkan perputaran roda ekonomi
negara.
0 Comments