Kiat Melatih Anak Terampil Berpikir



 Anak adalah idaman para orang tua. Apalagi kalau seorang anak bisa mengerti dan cepat memahami sesuatu yang baru dengan baik dan bijak. Tetapi alangkah baiknya jika dalam pemahaman itu tetap dalam bimbingan orang tua. Dengan tujuan agar seorang anak tidak berfikir melenceng terlali jauh dari hal yang ingfin dipahaminya. Untuk itu orang tua juga dituntut untuk memeberika informasi dan pengethuan yang baik bagi anak. Setiap anak pasti akan bertanya kepada orang tua apabila ada seseatu yang baru diketahuinya.

Anak merupakan keturunan kedua, di mana anak merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar. Menurut Peaget (1972), perkembangan kognitif anak usia (5-6 thn) sedang beralih dari fase praoperasional ke fase konkret operasional. Cara berfikir konkret berpijak pada pengalaman akan benda-benda konkret, bukan berdasarkan pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Obyek permanen (object permanency) sudah mulai berkembang.
Tradisi pendidikan pada negeri kita saat ini cenderung membentuk asumsi umum bahwa anak-anak ada yang cerdas sejak lahir dan ada yang kurang pandai. Asumsi yang didasarkan pada hasil pengukuran tingkat kecerdasan rata-rata ini bisa menyesatkan, mengurangi rasa percaya diri pada anak akan kemampuan berpikirnya. Padahal kemampuan berpikir setiap orang itu bisa senantiasa ditingkatkan menjadi semacam ketrampilan, tak ubahnya dengan mengendarai mobil. Agar anak bisa trampil memahami sesuatu, ada sejumlah tehnik yang bisa dipelajari dan dilatih. Semakin sering anak anda mempratekkannya, akan kian trampil mereka berpikir. Karena jenis ketrampilan berfikir tersebut jarang diajarkan dis sekolah maka tugas orang tua untuk melatih anak teram;pil berfikir. Untuk itu selain pendidikan formal anak perlu dilengkapi dengan latihan tehnik berpikir seperti berikut :

1.      Concept Challenge
Menantang atau mempertanyakan ulang kesahihan gagasan maupun konsep-konsep serta penerapannya yang telah lama hadir di sekitar kita bukan untuk membuktikan ia benar atau salah, melainkan sekedar mempersoalkan keunikannya : "Mengapa harus dilakukan secara demikian ? Apa cuma ini satu-satunya cara yang mungkin ?
Contoh konsep-konsep yang 'perlu' ditantan : orang tua pasti lebih tahu dari anak; pendidikan itu harus melalui sekolah; kelas itu harus dibentuk 'kotak tertutup' menjadi sebuah cerita. Cerita termaksud harus lengkap alurnya, semakin banyak 'kekosongan kata' yang perlu diisi, kian berkurang nilai keberhasilannya. Dan sebaiknya semakin banyak judul-judul yang terpakai serta panjang cerita yang tersusun, kian berhasil permainan ini anak anda akan semakin mampu melihat alternatif makna dari kata-kata dalam judul berita koran sehari-hari.
2.      ADI (Agreement, Disagrement, Irrelevance)
Belajar membuat semacam peta situasi guna menambah persetujuan dan mengurangi hal-hal yang tidak disetujui bersama. Latihan ini menjadi penting berhubung kebiasaan banyak orang untuk hanya melihat perbedaan-perbedaan yang ada dengan pihak lain.
3.      OPV (Other People Viewpoints)
Berpindah dari sudut pandang kita sendiri kepada sudut padang semua orang yang terlibat dalam suatu situasi. Tehnik ini bisa mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya konflik, dan meningkatkan daya tepa-selira atau toleransi terhadap kepentingan orang lain. Anak akan menyadari betapa pandangan orang lain pada situasi yang sama bisa sangat berbeda dengan dirinya.
4.      PMI (Plus Minus Interesting)
Bertujuan memperluas persepsi atau wawasan pikiran anak dengan mengarahkan perhatian pada segi-segi : baik, buruk dan menarik dari ide-ide atau situasi yang dihadapi. Latihan teknik ini menjadi penting mengingat kebiasaan banyak orang (orang dewasa tidak terkecuali) untuk memandang berbagai hal hanya terbatas dari satu segi.
Cuma yang positif atau yang baik-baiknya saja, yang negatif atau buruknya semata ; dan nyaris tak pernah mencoba menemukan segi-segi menarik atau unik yang ada padanya. Tanpa PMI kebanyakan penilaian didasarkan bukan pada bobot gagasan itu sendiri, tapi pada emosi anda pada saat yang bersangkutan. Dengan PMI anda memutuskan apakah anda suka atau tidak pada gagasan tertentu sesudah anda menjelajahinya bukan sebelumnya.
5.      CAF (Considering All Factors)
Serupa tapi tidak sama dengan PMI, karena yang dipertimbangkan disini adalah faktor yang mempengaruhi suatu situasi; bukan hanya yang tampaknya penting bagi kita semata.
6.      PO (Possibility, Suppose, Hypothesis)
Yang menunjukan bahwa kita tidak sedang menilai sesuatu (benar atau salah) ide, melainkan hendak memperlakukan secara kreatif, untuk mengetahui kemana ide tersebut membawa kita (movement). Pemakaian kata PO di depan suatu pernyataan, memungkikan kita menerima konsep 'kemustahilan' antara (intermediate impossible), sehingga kreativitas memperoleh 'hak hidup' dan ide-ide baru bisa bermunculan. Contoh : roda segi empat.

Dengan demikian tidak hanya tugas seorang guru di sekolah untuk melatih anak terampil berfikir, tetapi yang utama adalah dari orang tuanya sendiri utuk melatih anak terampil berfikir secara kontinyu dan konsisten. Karena ana adalah harapan orang tua.

Post a Comment

0 Comments