Tari
Campak merupakan tarian dari daerah Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan
bujang dan dayang di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan
setelah panen padi atau sepulang dari ume (kebun). Tarian ini berupa pantun
bersambut yang biasanya didendangkan oleh sepasang penari yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan, dengan irama yang khas. Mereka menari diiringi tabuhan
gendang, biola dan gong yang ditabuh secara berkala. Para penari menggunakan
selembar saputangan yang dikibas-kibaskan mengiringi lenggok gemulai sang
penari. Pada saat tarian ini berlangsung biasanya penonton bebas memberi sawer
kepada “nduk campak” sebutan bagi penari perempuan pada tarian ini. Sedangkan penari laki-laki disebut “penandak”.
Tari ini
digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu
atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tarian ini berkembang pada masa
pendudukan bangsa Portugis di Bangka Belitung. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa ragam pada tari Campak antara lain akordion dan pakaian pada penari
perempuan yang sangat kental dengan gaya Eropa.
Budaya Eropa
membawa pengaruh terhadap Tarian Campak ini dan dapat dilihat dari alat musik
pengiringnya yaitu akordion. Pengaruh ini tampak juga pada busana modern Eropa
yang dipakai penari perempuannya, seperti gaun panjang, topi, dan sepatu berhak
tinggi. Sedangkan penari laki-laki mengenakan busana tradisional yakni kemeja,
celana panjang, peci, dan selendang. Walaupun mendapat pengaruh dari budaya
Eropa, tari campak Bangka Belitung tetap merupakan tari tradisional karena
memiliki nilai-nilai budaya lokal yang dipertahankan. Tari campak biasanya
dibawakan untuk merayakan waktu musim panen padi. Selain itu tari yang penuh
keceriaan sering dibawakan para muda mudi sepulangnya dari ume atau kebun.
Dalam perkembangannya Tari Campak juga dipertunjukan dalam pesta-pesta adat
seperti penyambutan tamu dan pernikahan.
Pagelaran
tari campak selalu meriah dan menarik hati. Para penari tidak hanya menari
berpasang-pasangan mengikuti irama musik, mereka juga melantunkan pantun.
Mereka saling berbalas pantun sampai akhirnya penari laki-laki merasa kalah.
Uniknya, setelah kalah membalas pantun penari laki-laki harus memberikan uang
kepada penari perempuan. Kemeriahan gerak tari dan lantunan pantun yang
dibawakan oleh para penari tari campak diiringi oleh alat musik tradisional
seperti gong dan gendang serta alat musik modern Eropa yaitu akordion dan
biola.
1 Comments
Tolong update truz gan untuk budaya-budaya Indonesia Thank's
ReplyDelete