Cerita Si Golok dan Si Peci


uang seribu seratus ribu

Cerita Si Golok dan Si Peci. Sebenarnya Si Golok dan Si Peci adalah benda yang sama-sama terbuat dari kertas. Selain itu Si Golok dan Si Peci juga sama-sama beredar di masyarakat. Merekapun lahir dari tempat yang sama. Namun ada perbedaan yang jelas diantara mereka yakni terlihat dari cara orang memperlakukannya. Siapakan mereka? Si Golok adalah uang kertas seribu rupiah dan Si Peci adalah uang kertas seratus ribu rupiah.

Setelah disyahkan oleh Bank Indonesia, mereka keluar dan berpisah. Namun secera tidak disengaja akhirnya Si Golok dan Si Peci bertemu kembali dalam sebuah dompet seseorang. Dan terjadilah percakapan diantara mereka.

Si Peci           :    Lok, kenapa badanmu begitu lusuh, bau amis dan kotor?
Si Golok         :    gini Ci ceritanya, setelah aku keluar dari Bank Indonesia, aku
langsung berada ditangan orang-orang bawahan, dari kuli angkut, kenek angkutan, penjual ikan, tukang becak, tukang sayur, dan bahkan di tangan pengamen.

Kemudian Si Golok bertanya balik kepada Si Peci
Si Golok         :    oh ya Ci, kenapa kamu masih terlihat baru, bersih dan rapi?
Si Peci           :    karena begitu aku keluar dari Bank, aku langsung disambut
hangat oleh para bos perusahaan dan perempuan cantik. Beredarnya pun juga ditempat-tempat tertentu saja Lok.
Si Golok         :    emang kamu sudah kemana saja Ci?
Si Peci           :    aku sudah beredar seperti di restauran mahal, mall dan hotel
berbintang serta keberadaanku selalu dijaga rapi dan jarang sekali keluar dari dompet.

Lalu Si Golok bertanya lagi kepada Si Peci
Si Golok         :   pernahkah kamu mampir di tempat ibadah?
Si Peci           :    belum pernah!!
Si Golok         :    ketahuilah, walaupun keadaanku seperti sekarang ini adanya,
lusuh, kotor dan bau amis tetapi setiap hari aku selalu mampir di Masjid-Masjid apalagi hari Jum'at. Aku sering juga mampir ditangan anak yatim dan peminta-minta. Maka dari itu aku selalu bersyukur kepada Allah SWT karena aku dipandang manusia bukan dari nilai tetapi yang dipandang adalah dari sebuah manfaat.

Akhir cerita menangislah Si Peci karena meskipun dia bernilai besar, hebat dan tinggi tetapi selama ini tidak begitu bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Cerita di atas memang hanyalah fiktif dan rekaan saja, tetapi alangkah baiknya sekali-kali kita sedekahkan Si Peci agar dia tidak menangis lagi ya. Hehehehehe. Terima kasih telah membaca. (^_^)


Pohon bonsai memang harus dipotong agar semakin indah, begitu juga dengan harta kita harus disedekahkan agar semakin berkah.

Jangan tunggu kaya untuk bersedekah, tapi cobalah bersedekah lebih dahulu maka yakinlah Allah SWT akan memperkaya kita.


Mungkin pelajaran yang dapat diambil dari cerita di atas adalah :
Jadi bukan seberapa kaya atau seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bermanfaatkah penghasilan kita itu. Karena kekayaan bukanlah untuk kesombongan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang selalu mensyukuri nikmat Allah SWT dan menjadi manusia yang bermanfaat serta dijauhkan dari sifat sombong. #SekedarCoretanQ

Post a Comment

0 Comments