Tanaman Jarak Pagar




Jika kita mendengar orang menyebutkan tanaman obat jarak, maka kita akan berpikir jarak apakah yang dimaksudkan orang itu. Karena jarak yang berkhasiat obat itu ada 4 macam. Ada jarak (Ricinus communis L), jarak gurita (Jatropa multifida), jarak merah atau jarak kuburan. Jarak yang akan kita bahas ini adalah jarak pagar (Jatropha curcas L). Jarak pagar terasuk familia Euphobiaceae
Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya. Peran yang agak serupa sudah lama dimainkan oleh kerabatnya, jarak pohon (Ricinus communis), yang bijinya menghasilkan minyak campuran untuk pelumas.
Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku).
Tanaman ini berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah dan saat ini telah menyebar di berbagai tempat di Afrika dan Asia. Jarak pagar merupakan tanaman serbaguna, tahan kering, dan tumbuh dengan cepat, dapat digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan dan kebun karena tidak disukai oleh ternak. Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat. Di Indonesia, tumbuhan ini didatangkan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia antara tahun 1942 dan 1945. Tumbuhan ini direncanakan sebagai sumber bahan bakar alternatif bagi tank dan pesawat perang sewaktu Perang Dunia II.



Tanaman berbentuk pohon kecil atau belukar besar dengan tinggi mencapai 5 meter, cabang-cabangnya bergetah, serta diperbanyak dengan biji dan setek. Biasanya dari biji yang berkecambah tumbuh 5 akar, 1 akar tunggang dan 4 akar cabang, sedangkan bibit yang berasal dari setek tidak mempunyai akar tunggang. Bentuk daun agak menjari (5 – 7) dengan panjang dan lebar 6 – 15 cm yang tersusun berselang-seling. Tandan bunga berbentuk secara terminal di setiap cabang dan sangat kompleks. Tanaman berumah satu dan bunganya uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga yang hermaphrodit.
Perkawinan dilakukan oleh serangga (ngengat, kupu-kupu) dan bila tidak ada serangga perkawinan harus dilakukan secara buatan. Panen pertama 6 – 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering per hektar per tahun kemudian meningkat secara gradual dan stabil sekitar 5,0 ton pada tahun ke 5 setelah tanam. Biji berwarna hitam dengan ukuran panjang 2 cm dan tebal 1 cm.
Rupa tanamannya berbeda dengan jarak kosta (Ricinus communis) yang dari kejauhan tampak seperti tanaman singkong racun, dan buahnya berbulu seperti rambutan. Jarak pagar memiliki perawakan yang lebih kekar. Batangnya berkayu bulat dan mengandung banyak getah. Daunnya lebar dengan sisi berlekuk-lekuk sebanyak 3-5 buah, permukaan buahnya yang gundul berwarna hijau pekat berbentuk bulat telur. Oleh sebagian masyarakat, jarak pagar yang termasuk suku anggota suku Euphorbiaceae ini masih diberi nama lain yang membuat penamaan lebih ramai lagi, yaitu jarak budek, iri, wolanda, dan cina. Menurut penelitian, jarak pagar ini mengandung zat penyamak sebanyak 11-18%. Sedangkan bijinya berisi minyak curcos kurang lebih 35-45% yang terdiri dari gliserida, asam palmitat, strearat, dan kurkanolat. Selain itu, minyak yang diambil lewat pengepresan biji ini masih mengandung protein racun yang disebut krusin, alkaoid, dan saponin.


Jarak pagar (Jatropha Curcas L) sudah lama dikenal oleh masyarakat kita sebagai tanaman obat dan penghasil minyak lampu, bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang. Manfaat lain dari minyaknya selain sebagai bahan bakar juga sebagai bahan untuk pembuatan sabun dan bahan industri kosmetika. Di tengah krisis energi akhir-akhir ini, perhatian kita semua tertuju untuk mencari sumber energi alternatif, terutama sumber energi terbarukan, salah satunya adalah jarak pagar.
Jarak pagar dipandang menarik sebagai sumber biodiesel karena kandungan minyaknya yang tinggi, tidak berkompetisi untuk pemanfaatan lain (misalnya jika dibandingkan dengan kelapa sawit atau tebu), dan memiliki karakteristik agronomi yang sangat menarik. Tumbuhan ini diintroduksi ke Indonesia oleh administrasi pendudukan Jepang dengan maksud sebagai sumber bahan bakar murah. Minyak dari bijinya dapat diolah menjadi biodiesel. Seusai kemerdekaan, pemanfaatannya terbengkalai.


Kandungan minyak bijinya dapat mencapai 63%, melebihi kandungan minyak biji kedelai (18%), linseed (33%), rapa (45%), bunga matahari (40%) atau inti sawit (45%). Minyaknya didominasi oleh asam oleat (44.7%) dan asam linoleat (32.8%) sementara asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (7%) adalah tipe asam lemak jenuhnya. Sebagai biodiesel, minyak biji jarak pagar perlu diproses dengan metilasi terlebih dahulu, sebagaimana minyak nabati lain. Selanjutnya, ia dapat digunakan tersendiri atau, yang lebih umum, dicampurkan dengan minyak diesel dari sumber mineral dengan komposisi 30:70.
Minyak jarak pagar mulai menjadi sorotan dunia semenjak melonjaknya harga minyak mineral dan isu lingkungan diangkat dalam pemanfaatan biodiesel karena sumber-sumbernya banyak yang kurang mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan, khususnya pada kelapa sawit, keberlanjutan (sustainability).
DaimlerChrysler, perusahaan otomotif dunia terkemuka, sejak 2004 merilis bahan bakar biodiesel "SunDiesel" dan memproduksi Mercedes-Benz seri C yang disesuaikan dengan biodiesel. Negara-negara dengan kesadaran lingkungan tinggi bahkan telah mewajibkan penjualan biodiesel di stasiun pengisian bahan bakar, seperti negara-negara Eropa Barat dan Jepang.
Produk sampingan dari proses trans-esterifikasi (metilasi) dapat diperdagangkan sebagai bahan baku industri yang memanfaatkan asam lemak, seperti kertas berkualitas tinggi (high quality paper), pil energi, sabun, kosmetik, obat batuk, dan agen pelembab pada tembakau.

Demikianlah sekilah deskripsi dari tanaman jarak. Sudah saatnya kita mulai sadar lingkungan dengan tidak merusak apa yang ada di alam demi kelestariannya. ^_^

Post a Comment

1 Comments